Good morning fellas! Assalamualaikuuum~
Punteeen baru bisa nulis lagi, belakangan ada beberapa hal
harus diurus dan cukup menyita waktu. Kali ini aku mau nulis tentang lanjutan
dari postingan sebelumnya. Yap! Masih berhubungan sama #duniabuku, aku mau ngomongin
penulis favorit aku (lagi), yaituuu abang Tere Liye!
Siapa sih yang gak kenal sama penulis yang satu ini? Bukunya
udah terjual bahkan sebelum dirilis, alias pre ordernya membludak! Aku pertama
kali kenal tulisan Bang Tere waktu iseng beli buah karyanya yang “Daun yang
Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin”. Judulnya filosofis banget kaan dan covernya
bagus. Waktu itu aku kelas 10 SMA mau naik kelas 11 yang mau penjurusan. Baca
buku ini aku langsung “tersihir” banget sama alur, konflik dan cara penuangan
ceritanya!
Sebagai ABG aka Anak Baru Gede, emang gampang banget bagiku
buat terkagum-kagum sama karya yang unik dan gak biasa seperti yang satu ini.
Ketika kebanyakan teenlit yang pernah kubaca semasa SMP bercerita tentang cinta
cinta dan cinta, yang satu ini melukiskan kisah cinta dengan kuas dan tinta
yang tidak biasa. Mungkin karena udah gak ABG lagi dan udah punya preferensi
bacaan, saat ini malah sulit bagiku untuk memilih buku untuk dibeli, karena
jadi sering merasa ekspektasi akan isi si buku tidak terpenuhi L
Setelah itu aku berlanjut membeli beberapa buku karya Bang
Tere lainnya, gak banyak sih karena duit jajan gabisa ditabung selancar dulu
waktu SMP karena ada aja yang harus keluar buat fotokopi lah, ongkos lah, biaya
ekskul lah. Tapiii kemudian ada acara islamic festival gitu di sekolah yang
nguncang Bang Tere untuk mengisi sesi bedah bukunya! How lucky! Buku-bukunya
saat itu didiskon dan bisa langsung dapat tanda tangan abang Tere! Langsung deh
cuss nyiapin duit jajan :3
Waktu itu buku yang dibedah adalah “Bidadari-bidadari
Surga”. Sebenarnya sudah cukup lama terbit dan aku kebetulan belum pernah baca.
Setelah bawa pulang dan baca bukunya, baru deh berasa terenyuh-enyuh sama
perjuangan kak Laisa untuk adik-adiknya. Aku jatuh cinta sama tulisan si abang
karena mengajarkan makna perjuangan dan kasih sayang yang nyata. Aku juga
sukaaa sekali sama latar perkebunan dalam kisah mereka, ciri khas masing-masing
adik, hingga kisah cintanya Yashinta yang bikin mewek di akhir cerita.
Beberapa tahun kemudian, waktu aku udah kuliah, kisah ini
diakat ke layar lebar. Sebenarnya tidak terlalu excited sih untuk tipe
tulisannya Tere Liye difilmkan. Karena bagiku benih-benih maknanya pembelajaran
hidup yang ditanam si penulis di dalam kisahnya jauh lebih bisa aku tuai dengan
imajinasiku sendiri. Berbeda dengan tulisannya Sitta Karina, Ika Natassa dan
penulis dengan gaya “modern” lainnya yang memang akan lebih “endess” ketika
difilmkan.
Sejak acara bedah buku itu, aku mulai “mengoleksi” buah-buah
karyanya bang Tere dengan lebih rajin. Lebih berfokus ke buku yang tebal-tebal
dan menuai pujian dari pembacanya seperti “Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah”,
“Rembulan Tenggelam di Wajahmu”, dan beberapa novel nonseri lainnya.
Aku ingat sempat terkagum dengan cover buku seri anak-anak
mamak “Burlian” yang bergambarkan langit biru cerah dengan awan-awan tipis,
disandingkan dengan buku yang memuat kisah kakaknya, “Pukat” yang jingga gelap.
Namun kemudian Burlian malah membuatku mogok beberapa lama membaca tulisan Bang
Tere. Why? Karena aku bosan dengan alurnya yang lambat dan berbeda jauh dengan
karya bang Tere yang lainnya. Aku gak menemukan konflik yang menarik dan
akhirnya menggantung (Pukat juga). Tapi akhirnya habis juga sih dan setahun
setelahnya tetap beli Pukat, Eliana dan Ameliana, seri anak-anak mamak lainnya.
Eliana jelas membuat aku campur aduk waktu membacanya, bercerita tentang
keberanian seorang anak perempuan melawan kekejaman. Pernah gak hati kamu
bergetar waktu menyaksikan keberanian seseorang? Nah iya, rasanya kayak gitu.
Aku pengen bahas tentang Negeri Para Bedebah, one of my
favourite! Tapi untuk yang satu ini bacanya gabisa diburu-buru. Banyak istilah
dan proses ekonomi yang harus aku olah di otak supaya ngerti hubungan
sebab-akibat dan hubungan perpolitikkan. Satu kata buat novel ini adalah
“keren”. Mungkin karena aku penggemar kisah misteri dan action kali ya. Hehe.
Adrenalin ikut terpacu serasa kita ikut bersama dalam petualangan menegangkan
dan tidak terduga si tokoh utama. Suatu kejutan menyenangkan waktu selang
beberapa lama, Negeri di Ujung Tanduk dirilis sebagai sekuel dari NPB.
Selang beberapa lama, Rindu dirilis. Lengkap dengan pre
order sana sini, paket tanda tangan dll. Tapi kamu tau kan aku gak pernah pre
order buku. Kecuali buku kuliah mungkin u.u
Rindu tuh tebelll, diawal aku gak bertanya-tanya lagi, “it’s
worth the wait!”. Keren parah, betul-betul membuka wawasan dan idenya uniiik.
Aku ngaku deh, aku sempat bosan bacanya di ¾ terakhir karena ada bagian yang
menurutku membosankan, tapi setelah itu kayak main perosotan, kenceeeeng banget
gabisa berhenti bacanya sampe akhirnya habis. Endingnya bikin aku bahagia :”)
Kemudiaaaan, aku sibuk, (mungkin) bang Tere juga sibuk (?)
jadi ga berasa “lamanya” nungguin buku barunya. Tiba-tiba pas kelar skripsi dan
yudisium, (ohiya berarti aku mah sibuk skripsi ya wkwk) temenku udah bawa-bawa
Hujan waktu kita conference ke Malaysia.
Selama 4 hari kita disana, dia kemana-mana bawa buku itu,
kecuali waktu liet berita di TV sana kalau di Jakarta ada bom Sarinah, kalian
inget ga? Kita speechless parah. Oke balik lagi, ternyata dia pre order dan
emang duluan nyampenya daripada rilis di toko. Kalau diliet dari cover sih
Hujan mah biasa banget, tapi apa sih yang bikin temenku ini sampai rela ke
balai conference bawa novel?
Pulang dari Malaysia, cuss aku langusng beli. Si adik yang
masih 5 tahun masuk RS dan aku nungguin dia dirawat ya sama si Hujan ini. Well
jangan tanya, Hujan abis dalam waktu 4 apa 5 jam gitu waktu itu. Ketika aku
update fotonya di sosmed, teman-teman malah banyak yang tanya “wah udah rilis
tam, di bookstore mana? Mau beli juga nih”. Wow ternyata Hujan emang masih
anget banget dari oven *efek baru banget balik Indonesia*.
Kenapa kok bisa 4 jam selesai? Karena aku pengen cepet-cepet
tauuuu apa yang terjadi berikutnya :”) Ini pertama kalinya Tere Liye nulis
kisah cinta ala anak muda yang ala-ala picisan tapi ga picisan! Kena banget di
gue karena walaupun udah ga baru gede, gue masih muda juga kali yaa. Kisahya
futuristik dan bikin melting! Tapi ya gituu endingnya cuma bikin setengah
bahagia karena.... yagitudeeh #gabolehspoiler
Hingga akhir tahun ini, kalo ga salah Tere Liye udah
nerbitin 2 buku ya setelah Hujan? Satunya lanjutan serinya Bumi di pertengahan
tahun kemarin dan satu lagi yang baru rilis, Tentang Kamu.
Aku ga begitu excited sama serial Bumi, Bulan, Matahari ini.
Aku punya Bumi dan Bulan, ga begitu puas waktu baca bumi, well keren sih
imajinasi futuristiknya, tapi aku lebih suka tulisan Bang Tere yang banyak
pembelajaran hidupnya. Kemudian beli dan berharap Bulan lebih nendang tapi
ternyata enggak terlalu juga, jadi aku stop dulu beli serial yang ini.
Nah terakhir adalah Tentang Kamu, masih anget banget baru
dua mingguan dirilis sejak draft tulisan ini aku ketik (karena entah kapan
sempat ngepostingnya, huehehe). Pre ordernya rame banget tapi ya taulah aku ga
pernah ikutan. Aku udah beli buku iniii sejak pertama kali nangkring di galeri
bookstore, tapi masih belum dibaca aja sampe sekarang. Kemarin lagi banyak
urusan dan banyak pikiran huhu doain yaah L
Sampailah kitaa pada sesi rekomendasi! Dari sekian banyak
bukunya Tere Liye, aku merekomendasikan Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci
Angin, Bidadari-bidadari Surga, Ayahku Bukan Pembohong, “Kau, Aku dan Sepucuk
Angpau Merah”, Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Sunset Bersama Rossie, Eliana,
Negeri Para Bedebah, Negeri di Ujung Tanduk, Rindu, Hujan, dan Tentang Kamu
(walaupun belum baca, yakin deh bagus :3)
Sekian ya buat kali ini, sampai ketemu di kunjungan kamu
berikutnya :D
0 komentar:
Posting Komentar