RSS

IdeaBox dan PKM (Program Kreativitas Mahasiswa)


Assalamualaikuuum dear fellas
Sekarang di jam laptop aku menunjukkan pukul 23.09, kalau di laptop/komputer/hape/tablet kamu?


Nah terus terus, siapa yang mau tebak kali ini aku akan bahas apa? Review apa? Ngomongin apa yaa?

Oke kita langsung tu de poin saja yah, kali ini aku ga bahas #review atau #buku. Aku mau bahas Start Up! Wihihi, kejutan banget kan? Ga biasa banget kan aku ngomongin hal yang #tech and #business gini. So simak baik-baik ya! Ini bukan review loh yah, apalagi endorse :p

Beberapa hari lalu, aku diajak oleh seorang temanku buat ikutan talkshow tentang start-up. Karena kayaknya #lehuga, aku iseng aja daftar tiketnya dulu di eventbrite. Eh ternyata kita konkret juga nih, jalanlah kita ke TKP, yaitu di kantor pusatnya Indosat, alias di gedung 25 lantai persis di depan patung kuda Jalan Medan Merdeka Barat. 

Acara ini udah including dinner dan dating, jadi talkshownya sendiri baru dimulai jam 7.30 (malem). Nah ini bagian yang mau aku omongin nih! Jadi si Indosat dan 2 company lainnya mau launching IdeaBox Ventures, program inkubasi start-up yang udah masuk batch ke 4 di tahun ini. Tapi katanya, berbeda dari 3 tahun sebelumnya, kali ini si IdeaBox mau tetep follow up terus start-up hasil inkubasinya, jadi ga serta merta menang terus di kasih funding gituu katanya.

So this is my first time doing thing about start-up (sebenernya sering banget sih dengerin di entrepreneur workshop, cuma ga ngerti karena bisniss banget yg dibahas). So bagi orang yang "awam" kayak aku, liet model inkubasi kayak gini ingetnya apa coba? Iyak! PKM alias Program Kreativitas Mahasiswa.

Coba kita liet balik gimana PKM berjalan di mayoritas kampus. Kampus aku bukan (belum) jadi jawaranya PIMNAS (finalnya PKM) sih, tapi kira-kira begini prosesnya si PKM itu.. Mulai dari seleksi proposal, pengumuman tim yang didanai, pengerjaan, monitoring dan evaluasi (monev), pengumuman pimnas, pimnas. Oiya PKM ini diselenggarakan dan sumber dananya adalah oleh DIKTI.

Ga jauh beda, si Ideabox juga punya banyak tahapan, singkatnya aja sih, ada seleksi, kemudian inkubasi selama 120 hari, pitching, kemudian graduate. Lebih simpel sih sebenernya, cuma kalo dari skalanya, jauh lebih banyak.

Waktu "melamar" si PKM ini, aku inget banget si proposal udah kayak jadi idup mati banget, salah dikit rasanya kayak nyesek banget takut ga lolos.. Tapi bikin proposal ini asik banget loh, kamu bisa merancangnya dengan sesuka hati dan merasakan kepuasan ketika dia selesai, merasa bahwa "this is the best version of our team hardwork". 

Banyak banget ide-ide brilian, kreatif, keren, duh sampe speechless deh kalo pada baca judulnya karya anak bangsa yang tertuang berkat si PKM ini, kita harus bersyukur akan itu loh. Gak sedikit yang sudah jadi usaha sukses dan kontinyu hingga saat ini. 

Sayangnya, PKM tidak "menginkubasi" para pesertanya selama tahapan running proyek PKMnya. Oke mungkin ada dosen pembimbing, tapi jujur aja gak selalu bisa efektif. Sejak diumumkan bahwa proposal yang diajukan didanai, maka pihak DIKTI akan monitoring dan evaluasi di sekitar bulan keenam untuk penilaian siapa yang berhak maju ke PIMNAS (pekan ilmiah mahasiswa nasional). 

Hal ini mendorong masing-masing universitas untuk berlomba mendrilling peserta PKM nya agar dapat meloloskan sebanyak mungkin peserta ke PIMNAS. Sehingga pihak univ melakukan banyak hal, mulai dari pendampingan, hingga monev internal. Ini adalah bagian yang gak ada di PKM tapi ada di IdeaBox, yaitu inkubasi. 

Dana yang dikeluarin DIKTI buat ngebiayain sekian ribu PKM yang mereka setujui untuk didanai dalam satu tahun pendanaan itu, menurutku sia-sia. Karena coba lihat, bandingkan dengan berapa yang lolos ke PIMNAS? Yang notabenenya kalau lolos ke PIMNAS, sudah termasuk PKM-PKM terbaik, bukan cuma soal idenya, tapi terutama soal eksekusinya, terpenuhinya parameter keberhasilannya. Jauh banget perbandingannya. Belum lagi kalau kita tambahkan poin kontinyuitas dari programnya, berapa banyak yang bertahan?

Kenapa sia-sia? Karena pada akhirnya si mahasiswa gatau gimana cara mengolah dana yang diberikan. Aku baru sadar waktu ikut talkshow si IdeaBox ini, dengan model yang sama, kenapa dari sisi pencapaiannya berbeda ya? 

Iya guys, aku tau PKM sama IdeaBox ini bedanya juga banyak banget. Mulai dari jumlah dana yang diberikan, jumlah start-up yang dipilih (PKM ribuan, IdeaBox 40 besar kalo ga salah), cakupannya, sumber dana dan status pesertanya. Kalau IdeaBox orangnya jelas punya visi buat ngembangin start-up nya, lah kalau PKM? Mahasiswa hidupnya kan bukan riset doang, belum lagi organisasi, apalagi skripsi.

Tapi yang kumaksud adalah, inkubasi yang dilakukan oleh IdeaBox itu, bisa banget loh diterapkan ke PKM dengan cara yang disesuaikan. IdeaBox memfasilitasi pesertanya dalam hal funding, mentor yang keren, 1 on 1 mentorship, bootcamp, properti buat kantor, meeting, dan event. Oiya gausah ditanya, pasti mereka juga support networkingnya juga. 

Banyak dari peserta PKM yang udah dapet funding alias didanai proposalnya, tapi kebingungan dalam menjalankannya. Banyak faktor, bisa jadi dia punya idenya tapi belum ngerti merealisasikannya, bisa jadi butuh mentor, butuh fasilitas, butuh network. Banyak juga yang sudah selesai programnya dan sudah selesai PIMNAS, yasudah selesai juga kebermanfaatannya. Sejujurnya aku gatau datanya, tapi begitulah kebanyakan yang aku tau terjadi. 

Aku gatau sebenernya sistem PKM dari tahun ke tahun sudah melakukan pembenahan di bagian mana dalam usaha meningkatkan outputnya. Tapi menurutku ini ide yang bagus, buat DIKTI ikut turun tangan dalam pendampingan proposal yang sudah lolos didanai, diinkubasi, supaya hasilnya maksimal. Kemudian diberikan "kurikulum" tersendiri bagi "alumni"nya. Memang sih, cakupannya bakal luaaaaas dan bikin repot banget, tapi kalau #diseriusin kuyakin 10 tahun lagi mahasiswa Indonesia ga perlu sibuk abis lulus nyari kerja, tapi mereka yang bikin kerja.

Orang bilang sih, "yah tam, kalo PKM kan urusannya sama pemerintah, ribet!" Iyasih bro, sist, ribet. Tapi kalau dari aku maba sampe lulus PKM masih gitu-gitu aja, sayang banget! Itulah mengapa kita butuh kamu-kamu yang di kepalanya tercetak jelas prototype Indonesia yang lebih baik dan bermartabat!

Kusadar tulisan ini penuh kritik dan sebagainya. Kepada para pembaca sekalian aku minta maaf ya kalau ada cara penyampaiannya yang tidak berkenan di hati. Sungguh tulisan ini aku tulis karena kegelisahan yang muncul ketika perbandingan antara kedua program ini begitu terasa. Kegelisahan akan ingin program yang menyelamatkan ide-ide brilian para anak bangsa agar tidak karam di dasar lautan saja. 

Review Karya Penulis: Tere Liye


Good morning fellas! Assalamualaikuuum~

Punteeen baru bisa nulis lagi, belakangan ada beberapa hal harus diurus dan cukup menyita waktu. Kali ini aku mau nulis tentang lanjutan dari postingan sebelumnya. Yap! Masih berhubungan sama #duniabuku, aku mau ngomongin penulis favorit aku (lagi), yaituuu abang Tere Liye!

Siapa sih yang gak kenal sama penulis yang satu ini? Bukunya udah terjual bahkan sebelum dirilis, alias pre ordernya membludak! Aku pertama kali kenal tulisan Bang Tere waktu iseng beli buah karyanya yang “Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin”. Judulnya filosofis banget kaan dan covernya bagus. Waktu itu aku kelas 10 SMA mau naik kelas 11 yang mau penjurusan. Baca buku ini aku langsung “tersihir” banget sama alur, konflik dan cara penuangan ceritanya!

Sebagai ABG aka Anak Baru Gede, emang gampang banget bagiku buat terkagum-kagum sama karya yang unik dan gak biasa seperti yang satu ini. Ketika kebanyakan teenlit yang pernah kubaca semasa SMP bercerita tentang cinta cinta dan cinta, yang satu ini melukiskan kisah cinta dengan kuas dan tinta yang tidak biasa. Mungkin karena udah gak ABG lagi dan udah punya preferensi bacaan, saat ini malah sulit bagiku untuk memilih buku untuk dibeli, karena jadi sering merasa ekspektasi akan isi si buku tidak terpenuhi L

Setelah itu aku berlanjut membeli beberapa buku karya Bang Tere lainnya, gak banyak sih karena duit jajan gabisa ditabung selancar dulu waktu SMP karena ada aja yang harus keluar buat fotokopi lah, ongkos lah, biaya ekskul lah. Tapiii kemudian ada acara islamic festival gitu di sekolah yang nguncang Bang Tere untuk mengisi sesi bedah bukunya! How lucky! Buku-bukunya saat itu didiskon dan bisa langsung dapat tanda tangan abang Tere! Langsung deh cuss nyiapin duit jajan :3

Waktu itu buku yang dibedah adalah “Bidadari-bidadari Surga”. Sebenarnya sudah cukup lama terbit dan aku kebetulan belum pernah baca. Setelah bawa pulang dan baca bukunya, baru deh berasa terenyuh-enyuh sama perjuangan kak Laisa untuk adik-adiknya. Aku jatuh cinta sama tulisan si abang karena mengajarkan makna perjuangan dan kasih sayang yang nyata. Aku juga sukaaa sekali sama latar perkebunan dalam kisah mereka, ciri khas masing-masing adik, hingga kisah cintanya Yashinta yang bikin mewek di akhir cerita.

Beberapa tahun kemudian, waktu aku udah kuliah, kisah ini diakat ke layar lebar. Sebenarnya tidak terlalu excited sih untuk tipe tulisannya Tere Liye difilmkan. Karena bagiku benih-benih maknanya pembelajaran hidup yang ditanam si penulis di dalam kisahnya jauh lebih bisa aku tuai dengan imajinasiku sendiri. Berbeda dengan tulisannya Sitta Karina, Ika Natassa dan penulis dengan gaya “modern” lainnya yang memang akan lebih “endess” ketika difilmkan.

Sejak acara bedah buku itu, aku mulai “mengoleksi” buah-buah karyanya bang Tere dengan lebih rajin. Lebih berfokus ke buku yang tebal-tebal dan menuai pujian dari pembacanya seperti “Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah”, “Rembulan Tenggelam di Wajahmu”, dan beberapa novel nonseri lainnya.

Aku ingat sempat terkagum dengan cover buku seri anak-anak mamak “Burlian” yang bergambarkan langit biru cerah dengan awan-awan tipis, disandingkan dengan buku yang memuat kisah kakaknya, “Pukat” yang jingga gelap. Namun kemudian Burlian malah membuatku mogok beberapa lama membaca tulisan Bang Tere. Why? Karena aku bosan dengan alurnya yang lambat dan berbeda jauh dengan karya bang Tere yang lainnya. Aku gak menemukan konflik yang menarik dan akhirnya menggantung (Pukat juga). Tapi akhirnya habis juga sih dan setahun setelahnya tetap beli Pukat, Eliana dan Ameliana, seri anak-anak mamak lainnya. Eliana jelas membuat aku campur aduk waktu membacanya, bercerita tentang keberanian seorang anak perempuan melawan kekejaman. Pernah gak hati kamu bergetar waktu menyaksikan keberanian seseorang? Nah iya, rasanya kayak gitu.

Aku pengen bahas tentang Negeri Para Bedebah, one of my favourite! Tapi untuk yang satu ini bacanya gabisa diburu-buru. Banyak istilah dan proses ekonomi yang harus aku olah di otak supaya ngerti hubungan sebab-akibat dan hubungan perpolitikkan. Satu kata buat novel ini adalah “keren”. Mungkin karena aku penggemar kisah misteri dan action kali ya. Hehe. Adrenalin ikut terpacu serasa kita ikut bersama dalam petualangan menegangkan dan tidak terduga si tokoh utama. Suatu kejutan menyenangkan waktu selang beberapa lama, Negeri di Ujung Tanduk dirilis sebagai sekuel dari NPB.
 
Selang beberapa lama, Rindu dirilis. Lengkap dengan pre order sana sini, paket tanda tangan dll. Tapi kamu tau kan aku gak pernah pre order buku. Kecuali buku kuliah mungkin u.u

Rindu tuh tebelll, diawal aku gak bertanya-tanya lagi, “it’s worth the wait!”. Keren parah, betul-betul membuka wawasan dan idenya uniiik. Aku ngaku deh, aku sempat bosan bacanya di ¾ terakhir karena ada bagian yang menurutku membosankan, tapi setelah itu kayak main perosotan, kenceeeeng banget gabisa berhenti bacanya sampe akhirnya habis. Endingnya bikin aku bahagia :”)

Kemudiaaaan, aku sibuk, (mungkin) bang Tere juga sibuk (?) jadi ga berasa “lamanya” nungguin buku barunya. Tiba-tiba pas kelar skripsi dan yudisium, (ohiya berarti aku mah sibuk skripsi ya wkwk) temenku udah bawa-bawa Hujan waktu kita conference ke Malaysia.

Selama 4 hari kita disana, dia kemana-mana bawa buku itu, kecuali waktu liet berita di TV sana kalau di Jakarta ada bom Sarinah, kalian inget ga? Kita speechless parah. Oke balik lagi, ternyata dia pre order dan emang duluan nyampenya daripada rilis di toko. Kalau diliet dari cover sih Hujan mah biasa banget, tapi apa sih yang bikin temenku ini sampai rela ke balai conference bawa novel?

Pulang dari Malaysia, cuss aku langusng beli. Si adik yang masih 5 tahun masuk RS dan aku nungguin dia dirawat ya sama si Hujan ini. Well jangan tanya, Hujan abis dalam waktu 4 apa 5 jam gitu waktu itu. Ketika aku update fotonya di sosmed, teman-teman malah banyak yang tanya “wah udah rilis tam, di bookstore mana? Mau beli juga nih”. Wow ternyata Hujan emang masih anget banget dari oven *efek baru banget balik Indonesia*.

Kenapa kok bisa 4 jam selesai? Karena aku pengen cepet-cepet tauuuu apa yang terjadi berikutnya :”) Ini pertama kalinya Tere Liye nulis kisah cinta ala anak muda yang ala-ala picisan tapi ga picisan! Kena banget di gue karena walaupun udah ga baru gede, gue masih muda juga kali yaa. Kisahya futuristik dan bikin melting! Tapi ya gituu endingnya cuma bikin setengah bahagia karena.... yagitudeeh #gabolehspoiler

Hingga akhir tahun ini, kalo ga salah Tere Liye udah nerbitin 2 buku ya setelah Hujan? Satunya lanjutan serinya Bumi di pertengahan tahun kemarin dan satu lagi yang baru rilis, Tentang Kamu.
Aku ga begitu excited sama serial Bumi, Bulan, Matahari ini. Aku punya Bumi dan Bulan, ga begitu puas waktu baca bumi, well keren sih imajinasi futuristiknya, tapi aku lebih suka tulisan Bang Tere yang banyak pembelajaran hidupnya. Kemudian beli dan berharap Bulan lebih nendang tapi ternyata enggak terlalu juga, jadi aku stop dulu beli serial yang ini.

Nah terakhir adalah Tentang Kamu, masih anget banget baru dua mingguan dirilis sejak draft tulisan ini aku ketik (karena entah kapan sempat ngepostingnya, huehehe). Pre ordernya rame banget tapi ya taulah aku ga pernah ikutan. Aku udah beli buku iniii sejak pertama kali nangkring di galeri bookstore, tapi masih belum dibaca aja sampe sekarang. Kemarin lagi banyak urusan dan banyak pikiran huhu doain yaah L

Sampailah kitaa pada sesi rekomendasi! Dari sekian banyak bukunya Tere Liye, aku merekomendasikan Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin, Bidadari-bidadari Surga, Ayahku Bukan Pembohong, “Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah”, Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Sunset Bersama Rossie, Eliana, Negeri Para Bedebah, Negeri di Ujung Tanduk, Rindu, Hujan, dan Tentang Kamu (walaupun belum baca, yakin deh bagus :3)


Sekian ya buat kali ini, sampai ketemu di kunjungan kamu berikutnya :D
Copyright 2009 It's My World, My Room, and My Shout. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy